ILMU BUDAYA DASAR (UPACARA TRADISIONAL ADAT JAWA)



Suku Jawa dikenal sebagai suku dengan jumlah populasi terbanyak di seluruh Indonesia. Di manapun tempat di Nusantara, orang Jawa pasti selalu ada. Selain dikenal memiliki pribadi yang ramah, orang-orang Jawa juga punya sejarah tradisi dan kebudayaan yang luar biasa, sama seperti suku-suku lainnya. Hal ini dibuktikan misalnya dengan banyaknya jenis tari, musik, rumah adat, dan upacara adat yang dimilikinya.

Upacara Adat Jawa Upacara adat adalah suatu ritual yang dilakukan secara bersama-sama oleh kelompok masyarakat yang masih memiliki keterkaitan etnis, suku, maupun kebudayaan untuk mencapai tujuan yang bersumber pada nilai-nilai leluhur dan nenek moyang mereka. Di Jawa sendiri, ada beberapa upacara adat yang tergolong cukup unik dan harus dikenalkan pada genarasi muda agar warisan nenek moyang ini tetap lestari dan terjaga. Upacara apa saja yang ada?

1.      Upacara Kenduren
Upacara adat Jawa yang pertama adalah kenduren atau selametan. Upacara ini dilakukan secara turun temurun sebagai peringatan doa bersama yang dipimpin tetua adat atau tokoh agama. Adanya akulturasi budaya Islam dan Jawa di abad ke 16 Masehi membuat upacara ini mengalami perubahan besar, selain doa hindu/budha yang awalnya digunakan diganti ke dalam doa Islam, sesaji dan persembahan juga menjadi tidak lagi dipergunakan dalam upacara ini.
Kenduren sebenarnya sangat banyak macamnya, namun secara garis besar kenduren adalah adat istiadat untuk bersyukur.

Berdasarkan tujuannya, upacara adat Jawa yang satu ini terbagi menjadi beberapa jenis yang diantaranya:
A.     Kenduren wetonan (wedalan) adalah upacara kenduren yang digelar pada hari lahir seseorang (weton) dilakukan sebagai sarana untuk memanjatkan doa panjang umur secara bersama-sama. Kenduren merupakan wetonan upacara adat jawa tengah ( wedalan ) Di namakan wetonan sebab tujuannya buat selametan pada hari lahir ( weton, jawa ) seseorang. Dan di lakukan oleh hampir setiap warga, biasanya 1 keluarga 1 weton nan di rayain , yaitu nan paling tua atau di tuakan dalam keluarga tersebut.
Kenduren ini upacara adat jawa tengah yang dilakukan secara rutinitas setiap selapan hari ( 1 bulan ). Biasanya menu sajiannya hanya berupa tumpeng dan lauk seperti sayur, lalapan, tempe goreng, thepleng, dan srundeng. tak ada ingkung nya ( ayam panggang ).
B.     Kenduren sabanan (munggahan) upacara adat jawa tengah ini menurut cerita tujuannya buat menaik kan para leluhur. Di lakukan pada bulan Sya'ban, dan hampir oleh seluruh masyarakat di Watulawang dan sekitarnya, khususnya nan adatnya masih sama, seperti desa peniron, kajoran, dan sekitarnya.
Siang hari sebelum di laksanakan upacara ini, biasanya di lakukan ritual nyekar, atau tilik bahasa watulawangnya, yaitu mendatangi makan leluhur, buat mendoakan arwahnya, biasanya nan di bawa ialah kembang, menyan dan empos ( terbuat dari mancung ).
Tradisi bakar kemenyan memang masih di percaya oleh masyarakat watulawang, sebelum mulai kenduren ini pun, terlebih dahulu di di jampi jampi in dan di bakar kemenyan di depan pintu. Menu sajian dalam kenduren sabanan ini sedikit berbeda dengan kenduren Wedalan, yaitu di loka ini wajib memakai ayam pangang ( ingkung ).
C.     Kenduren Likuran Kenduren likuran upacara adat jawa tengah ini diselenggarakan setiap tanggal 21 bulan Puasa (Ramadan). Kenduren ini dimaksudkan buat memperingati Nuzulul Quran dan dilaksanakan dalam satu RT. Biasanya, bertempat di kediaman tetua masyarakat atau ketua RT. Uniknya, makanan dalam kenduren ini dibawa oleh tiap-tiap undangan dan biasanya terdiri atas lodeh krecek, sambal goreng kentang, rempeyek kacang atau teri, kerupuk, lalapan, dan sambal.


D.     Kenduren ba’dan Kendurenan ini upacara adat jawa tengah diselenggarakan pada hari raya Idul Fitri. Tujuannya ialah mengantarkan arwah leluhur kembali ke peristirahatannya. Sebelum melakukan kenduren badan, didahului oleh acara nyekar ke makam leluhur atau sanak saudara lain.

E.      Kenduren Ujar Kenduren ini di lakukan oleh keluarga tertentu yang punya maksud atau tujuan tertentu, atau ayng punya ujar/ omong. Sebelum kenduren ini biasanya di awali dengan ritual Nyekar terlebih dahulu. dan menu wajibnya, harus ada ingkung ( ayam panggang ). Kenduren ini biasanya banyak di lakukan pada bulan Suro ( muharram ).
F.      Kenduren muludan Kenduren ini di lakukan pada tanggal 12 bulan mulud, sama seperti kenduren likuran, di lakukan di tempat sesepuh, dan membawa makanan dari rumah masing- masing. biasanya dalam kenduren ini ada ritual mbeleh wedus (motong kambing) yang kemudian di masak sebagai becek dalam bahasa watulawang ( gulai ).

2.      Upacara Grebeg
Selain upacara kenduren, di Jawa juga dikenal Upacara Grebeg. Upacara ini digelar 3 kali setahun, yaitu tanggal 12 Mulud (bulan ketiga), 1 Sawal (bulan kesepuluh) dan 10 Besar (bulan kedua belas). Upacara ini digelar sebagai bentuk rasa syukur kerajaan terhadap karunia dan berkah Tuhan. Sedekah grebegan terdiri atas gunungan kakung (lelaki) dan gunungan estri (perempuan). Gunungan kakung ini berbentuk kerucut nan tersusun dari kacang panjang dan cabae merah, telur bebek, sisi kanan kirinya diberi bendera Indonesia berukuran kecil. Gunungan estri tersusun dari aneka penganan dari tepung beras, misalnya kue mangkok, putu, dan lain-lain, nan ditempatkan dalam keranjang nan penuh rangkaian kembang dan di bagian atas dihiasi bendera Indonesia kecil.
Description: Hasil gambar untuk grebeg
Ziarah ke makam Sultan-Sultan Demak & Sunan Kalijaga
Grebeg Besar Demak upacara adat jawa tengah diawali dengan aplikasi ziarah oleh Bupati, Muspida dan segenap pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten Demak, masing-masing beserta istri/suami, ke makam Sultan-Sultan Demak dilingkungan Masjid agung Demak dan dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di Kadilangu. Kegiatan ziarah tersebut dilaksanakan pada jam 16.00 WIB; kurang lebih 10 (sepuluh) hari menjelang tanggal 10 Dzulhijah.
Selamatan Tumpeng Sanga
Selamatan Tumpeng Sanga dilaksanakan pada malam hari menjelang hari raya Idul Adha bertempat di Masjid Agung Demak. Sebelumnya kesembilan tumpeng terebut dibawa dari Pendopo Kabupaten Demak dengan diiringi ulama, para santri, beserta Muspida dan tamu undangan lainnya menuju ke Masjid Agung Demak.
Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga dilaksanakan oleh petugas dibawah pimpinan Sesepuh Kadilangu di dalam cungkup gedong makam Sunan Kalijaga Kalijaga. Sesepuh dan pakar waris percaya, bahwa ajaran agama Islam dari Rasulullah Muhammad SAW dan disebar luaskan oleh Sunan Kalijaga ialah benar.
Oleh sebab itu penjamasan dilakukan dengan mata tertutup. Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tak melihat dengan mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati. Artinya pakar waris sudah bertekad bulat buat menjalankan ibadah dan mengamalkan agama Islam dengan sepenuh hati. Dengan selesainya penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijaga tersebut, maka berakhir pulalah rangkaian acara Grebeg Besar Demak.

3.      Upacara Sekaten
Asal-usul upacara sekaten upacara adat jawa tengah berasal dari Kerajaan Demak. Sebagai kerajaan Islam, Kerajaan Demak sering memperingati berbagai kejadian besar dalam sejarah Islam ke dalam berbagai upacara adat. Misalnya, sekatenan nan sebenarnya diambil dari istilah Islam "syahadatan", yaitu sebuah seremoni hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sekatenan ditandai dengan diadakannya pasar malam selama satu bulan sebelum upacara sekatenan nan sebenarnya. Lalu, dikeluarkannya dua perangkat gamelan sakral, Kyai Gunturmadu dan Kyai Guntursari, dari keraton. Kedua gamelan ini dipajang selama enam hari, yaitu mulai hari keenam sampai kesebelas di bulan Mulud. Ketika hari ketujuh tiba, kedua gamelan ditabuh (dibunyikan) menandai seremoni puncak.
Description: Hasil gambar untuk sekaten
Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai wahana buat memikat masyarakat luas agar datang buat menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, nan memiliki laras swara nan merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Sebelum upacara Sekaten upacara adat jawa tengah dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah kembang kanthil, busana seragam Sekaten, samiruntuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW.
Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta nan nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin buat mekar tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem nan bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.

4.      Ruwatan
Dalam masyarakat Jawa,ritual ruwat dibedakan dalam tiga golongan besar yaitu :
1.       Ritual ruwat untuk diri sendiri.
2.       Ritual ruwat untuk lingkungan.
3.       Ritual ruwat untuk wilayah.
Pada umumnya, pangruwatan Murwa Kala dilakukan dengan pagelaran pewayangan yang membawa cerita Murwa Kala dan dilakukan oleh dalang khusus memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan. Pada ritual pangruwatan, bocah sukerta dipotong rambutnya dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, kesialan dan kemalangan sudah menjadi tanggungan dari dalang karena anak sukerta sudah menjadi anak dalang. Karena pagelaran wayang merupakan acara yang dianggap sakral dan memerlukan biaya yang cukup banyak, maka pelaksanaan ruwatan pada zaman sekarang ini dengan pagelaran wayang dilakukan dalam lingkup pedesaan atau pedusunan.
Description: Hasil gambar untuk ruwatan
Proses ruwatan seperti yang diterangkan ini bisa ditujukan untuk seseorang yang akan diruwat, namun pelaksanaannya pada siang hari. Sedangkang untuk meruwat lingkup lingkungan, biasanya dilakukan pada malam hari. Perbedaan pemilihan waktu pelaksanaan pagelaran ditentukan melalui perhitungan hari dan pasaran.
Tradisi “upacara /ritual ruwatan” hingga kini masih dipergunakan orang jawa, sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan di dalam hidupnya. Dalam cerita “wayang“ dengan lakon Murwakala pada tradisi ruwatan di jawa ( jawa tengah) awalnya diperkirakan berkembang di dalam cerita jawa kuno, yang isi pokoknya memuat masalah pensucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali, atau meruwat berarti: mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita Murwakala.
Dalam tradisi jawa orang yang keberadaannya dianggap mengalami nandang sukerto/berada dalam dosa, maka untuk mensucikan kembali, perlu mengadakan ritual tersebut. Menurut ceriteranya, orang yang manandang sukerto ini, diyakini akan menjadi mangsanya Batara Kala. Tokoh ini adalah anak Batara Guru (dalam cerita wayang) yang lahir karena nafsu yang tidak bisa dikendalikannya atas diri DewiUma, yang kemudian sepermanya jatuh ketengah laut, akhirnya menjelma menjadi raksasa, yang dalam tradisi pewayangan disebut “Kama salah kendang gumulung “. Ketika raksasa ini menghadap ayahnya (Batara guru) untuk meminta makan, oleh Batara guru diberitahukan agar memakan manusia yang berdosa atau sukerta. Atas dasar inilah yang kemudian dicarikan solosi, agar tak termakan Sang Batara Kala ini diperlukan ritual ruwatan. Kata Murwakala/purwakala berasal dari kata purwa (asalmuasal manusia) ,dan pada lakon ini, yang menjadi titik pandangnya adalah kesadaran : atas ketidak sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).

Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya diperlukan perlengkapan sebagai berikut :
1. Alat musik jawa ( Gamelan )
2. Wayang kulit satu kotak ( komplit )
      3. Kelir atau layar kain                        
4. Blencong atau lampu dari minyak
5.   Upacara Perkawinan Tradisional Jawa
Dalam pernikahan adat Jawa dikenal juga sebuah upacara perkawinan yang sangat unik dan sakral. Banyak tahapan yang harus dilalui dalam upacara adat Jawa yang satu ini, mulai dari siraman, siraman, upacara ngerik, midodareni, srah-srahan atau peningsetan, nyantri, upacara panggih atau temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar kucur atau tampa kaya, ritual dhahar klimah atau dhahar kembul, upacara sungkeman dan lain sebagainya.
Description: Hasil gambar untuk perkawinan jawa
6.    Tedak Siten
Tedak siten merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tedak siten dikenal juga sebagai upacara turun tanah. ‘Tedak’ berarti turun dan ‘siten’ berasal dari kata ‘siti’ yang berarti tanah. Upacara tedak siten ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar si kecil tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Tradisi ini dijalankan saat si kecil berusia hitungan ke-tujuh bulan dari hari kelahirannya dalam hitungan pasaran jawa. Perlu diketahui juga bahwa hitungan satu bulan dalam pasaran jawa berjumlah 36 hari. Jadi bulan ke-tujuh kalender jawa bagi kelahiran si bayi setara dengan 8 bulan kalender masehi.
Description: tedak siten

7.     Upacara Tingkepan
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil dimandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
Description: Hasil gambar untuk tingkeban
Menurut tradisi Jawa, upacara dilaksanakan pada tanggal 7 , 17 dan 27 sebelum bulan purnama pada penanggalan Jawa, dilaksanakan di kiri atau kanan rumah menghadap kearah matahari terbit. Yang memandikan jumlahnya juga ganjil misalnya 5,7,atau 9 orang. Setelah disiram, dipakaikan kain /jarik sampai tujuh kali, yang terakhir/ ketujuh yang dianggap paling pantas dikenakan. Diikuti oleh acara pemotongan tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak, dan seterusnya. Hakekat dasar dari semua tradisi Jawa adalah suatu ungkapan syukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman, namun diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing mempunyai makna.
8.     Upacara Kebo-Keboan
Prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan saat kemarau panjang, dengan turunnya hujan ini berarti petani dapat segera bercocok tanam.
Description: Image
Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan.
Masyarakat Banyuwangi yang mayoritas petani menganggap  ritual sakral ini sebagai wujud syukur terhadap yang Maha Kuasa. Ritual ini menggunakan kerbau sebagai sarana upacara. Namun, kerbau yang digunakan binatang jadi-jadian yakni manusia berdandan mirip kerbau, lalu beraksi layaknya kerbau di sawah.
Ritual kebo-keboan digelar setahun sekali pada bulan Muharam atau Suro (penanggalan Jawa). Bulan ini diyakini memiliki kekuatan magis. Konon, ritual ini muncul sejak abad ke-18 M. Di Banyuwangi, kebo-keboan dilestarikan di dua tempat yakni di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, dan Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi.
9.     Upacara Larung Sesaji
Larung sesaji 1 suro adalah ritual setiap 1 suro yang bertujuan untuk melestarikan budaya adat Jawa. Ritual ini juga sebagai wujud rasa syukur nelayan atas melimpahnya tangkapan ikan dan sebagai doa tolak bala agar nelayan terhindar dari segala bahaya.Ritual ini hanya di adakan pada tanggal 1 suro, kalau di Blitar biasanya di selenggarakan di Pantai Serang dan Pantai Tambakrejo.Biasanya acara ini di awali dengan tarian-tarian yang bertujuan untuk menyambut para tamu yang hadir seprti bapak Bupati Blitar serta dari Dinas Impopar dan juga segenap pejabat Pemda.Ritual ini di selenggarakan setiap tahun nya untuk memperingati tahun baru Islam (1 Muharam). Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPSNT2RrBWXao9S6REhjAv55ivQZuav1gfn5ixUv4y3ifRz9sECINNu0og_vRp6ziLlk6u3Z68WA5woR4VSbAWkOnANrU7Vb-PiuqneoVY7o2viXPUmY9tui8ob0BYlynL0U731Cru-CNM/s320/jolosutro.jpg
Upacara Larung ini juga bisa menarik wisatawan karena masih kental dengan adat dan budaya Jawa.Upacara Larung Sesaji ini sangat sakral dan di percaya oleh warga Desa Serang dan sekitarnya sebagai warisan budaya leluhur.Semua pengikut dan undangan setiap pelaksanaan Larung Sesaji di Pantai Serang di laksanakan berdasarkan adat jawa dengan memakai pakaian khas orang Jawa atau Kejawen.Sedangkan pelaksanaan Larung Sesaji di lengkapi dengan Tumpeng Agung setinggi 1,5 meter.Tumpeng Agung juga di hiasi dengan buah-buahan dan hasil bumi warga Desa Serang contohnya ubi,ketela pohong,jagung,kacang tanah, pepaya, dan pisang yang di rakit dan di tempatkan di atas alas dari anyaman bambu seluas 7 meter2. Berbagai sesaji juga dibawa sebagai kelengkapan ritual termasuk kepala sapi/lembu .Sebelum di berangkatkan para sesepuh desa melaksanakan selamatan yang di ujubkan oleh pawang desa di tempat yang sudah di tentukan sejak jaman dahulu dari nenek moyang abdolnya di depan joglo.Selesai selamatan bisa disusun persiapan pemberangkatan Upacara Larung.Di urutan pertama arak-arakan para sesepuh desa membawa sesaji dan tabur bunga di belakangnya terdapat Tumpeng Agung.Di belakang Tumpeng Agung ada para ibu-ibu petani yang membawa ranjang berisi sayur-sayuran dan hasil bumi lainnya serta siap untuk di larung.Kemudian belakangnya dari kesenian jaranan turonggo samudro dari Desa Serang Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar yang memiliki pemeran barongan yang indah dan menyeramkan dengan tubuh yang hitam kekar.Di belakangnya para sesepuh dan pejabat desa serta Pak Camat, semua perangkatnya,kemudian Bapak Bupati Blitar dan juga semua pejabat Pemda tak kalah pentingnya juga para pejabat impopar yang selalu memandu jalannya ritual larung sesaji yang dilaksanakan di Pantai Serang setiap 1 Suro.


Arak-arakan sangatlah ramai karena jarak dari tempat sesaji dan laut membutuhkan waktu 20 menit sudah sampai di pinggiran pantai.Sesampainya di pinggiran pantai sesepuh desa berdoa agar Tumpeng Agung di terima oleh Yang kuasa.Selesai doa Tumpeng Agung langsung di terima oleh pasukan nelayan yang siap melarungkan Tumpeng Agung dengan jumlah 8 orang nelayan.Tumpeng Agung telah di letakkan di perahu dan melaju ke tengah laut di sertai lemparan hasil bumi yang di bawa oleh ibu-ibu petani.Setelah para nelayan sampai di tengah laut Tumpeng Agung langsung di lepas oleh para nelayan dan di bawa ombak ke samudra luas itu membuktikan Tumpeng Agung telah di terima oleh Yang Kuasa.Selesailah sudah Upacara Ritual Larung Sesaji yang di laksanakan setiap 1 suro di Pantai Serang.Ritual larung sesaji menjadi tontonan menarik bagi ribuan warga yang datang tidak hanya berasal dari Blitar saja.

Kesimpulan

        Berdasarkan uraian panjang diatas dapat diambil kesimpulan bahwa banyak sekali upacara tradisional yang ada di adat Jawa. Mulai dari upacara dalam rangka syukur, tolak bala, penyambutan sesuatu, hingga perkawinan. Tradisi ini sudah ada sejak jaman dulu dan masih dilakukan sampai sekarang, begitu juga nilai-nilai yang terkandung didalamnya memiliki arti sendiri bagi masyarakat Jawa khususnya yang melakukan upacara atau ritual adat tersebut. Dengan demikian kita sebagai warga Negara Indonesia tidak hanya suku Jawa saja harus tetap melestarikan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang agar jati diri bangsa kita yang kaya akan kultur budaya tidak akan hilang oleh kemajuan budaya lain dari luar.


Referensi


Komentar

  1. Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
    Menikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography.
    Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.

    BalasHapus

Posting Komentar